Laman

Konsep harta

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari manusia saling berinteraksi dalam suatu kegiatan apapun khususnya dalam menjalankan aktivitas bisnis, tentunya dilakukan sebanyak-banyaknya berupa harta.
Sepanjang sejarah kehidupan, harta adalah titik sentral pencaharian manusia dalam hidupnya. Pencarian harta akan terus di lakukan dengan berbagai upaya.
Makna pencarian ini bisa mewujudkan dari sesuatu yang ada untuk menjadi lebih banyak.
Dan ini di benarkan dalam islam karna merupakan suatu kebutuhan yang teramat penting bagi manusia untuk saling tukar-menukar dalam suatu apapun.
Dewasa ini merupakan suatu standarisasi kehidupan seseorang dalam menentukan kebahagiaan hidup, oleh karna itu kita akan membahas tentang apakah sebenarnya konsep harta tersebut.


A. Pengertian harta

Harta dalam bahasa arab disebut (Maal) yang berarti condong, cenderung, dan miring.
Dalam lisan bahasa arab menjelaskan bahwa harta adalah sesuatu yang diinginkan manusia untuk menyimpan dan memilikinya, dengan demikian: unta, kambing, sapi, emas, perak, tanah, dan segala sesuatu yang di sukai manusia dan memiliki niai (qimah) ialah harta kekayaan.
-ibnu asyr- mengatakan bahawa kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak,tetapi kemudian pengertiannya menjadi segala barang yang di simpan dan di miliki.
Sedangkan harta menurut hanafiah adalah sesuatu yang bernilai dan dapat di simpan, sehingga sesuatu yang tidak bernilai dan tidak dapat di simpan tidak dapat di kategorikan harta. Harta kekayaan sesuatu yang tidak mungkin di punyai tetapi dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya dan panas matahari, begitu juga tidak termasuk harta kekayaan sesuatu yang pada ghalibnya tidak dapat di ambil manfaatnya, tapi dapat di punyai secara konkrit dan di miliki, seperti segenggam tanah, setetes air, seekor lebah, sebutir beras dan sebagainya.
Kedua pendapat ini memiliki akibat, bahea apabila seseorang mempergunakan harta orang lain secara ghasab, menurut jumhur ulama’ orang tersebut dapat di tuntut ganti rugi, karena manfaat dari harta tersebut dapat di ambil oleh peng-ghasab tanpa izin. Peng-ghasab di pandang telah mengambil harta, karena telah mengambil manfaat, dan manfaat di pandang sebagai harta. Namun bagi madzhab Hanafi sebaliknya. Bahwa bagi peng-ghasab tidak bisa di tuntut ganti rugi, sebab hakekatnya ia tidak sedang mengambil harta. Peng-ghasab dipandang sebatas mengambil manfaatnya, tidak mengambil hartanya.


B. Macam-macam harta dan hukum yang terkait

Menurut fuqaha harta dapat di tinjau dari beberapa bagian yang setiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri yang berdampak dan berkaitan dengan beberapa ketetapan dan hukum, dalam pembahasan ini akan di jelaskan macam-macam harta tersebut dan hukum yang terkait.


C.Harta bernilai dan tak bernilai

a. Harta bernilai

Harta bernilai adalah benda yang mempunyai bentuk dan di pandang sebagai harta karena mempunyai nilai.
Harta ini meliputi:
      ·         Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya
      ·         Benda yang dianggap harta yang tidak boleh diambil manfaatnya
      ·         Benda yang dianggap harta yang ada sebangsanya
      ·         Benda yang dianggap harta yang sulit dicari sebangsanya
      ·         Harta bergerak
      ·         Harta tak bergerak

b. Harta tidak bernilai

Harta tidak bernilai adalah benda yang di pandang tidak bernilai dan tidak dapat di pandang sebagai harta karna tidak memiliki nilai atau harga, misalnya sebiji beras, sebutir gandum dll.


D. Harta bergerak (manqul) dan tidak bergerak (ghairu manqul)

a. Harta bergerak

Yaitu segala sesuatu/benda yang dapat dipindahkan dan juga diubah dari satu tempat ke tempat yang lain baik tetap pada bentuk semula ataupun berubah bentuk dan keadaanya dengan perpindahan dan perubahannya tersebut.
Harta dalam kategori ini mencakup uang, barang dagangan, macam-macam hewan, kendaraan, macam-macam benda yang di timbang dan diukur.



b. Harta tidak bergerak

Harta tidak bergerak adalah suatu benda atau harta yang tetap dan tidak dapat di pindahkan dari satu tempat ke tempat lain menurut asalnya seperti: kebun, rumah, sawah, pabrik, toko dan sebagainya.
Dalam ketentuan kitab undang-undang hukum perdata, istilah maal al-manqul dan ghairu manqul di artikan benda bergerak dan benda tetap.

Pembagian harta dengan jenis tersebut berimplikasi pada:

1. Adanya hak syuf’ah (hak istimewa yang dimiiki seseorang terhadap rumah tangganya yang akan dijual, agar rumah itu terlebih dahulu ditawarkan kepadanya) bagi harta tidak bergerak.
2. Harta yang boleh di wakafkan; menurut hanafi harta yang boleh di wakafkan hanyalah yang  tidak bergerak atau harta bergerak yang sulit di pisahkan dengan harta bergerak.
3. Seseorang yang di wasiati untuk memelihara harta anak kecil,tidak boleh menjual harta tidak bergerak si anak, kecuali atas seizin hakim dalam hal yang amat mendesak (contoh untuk membayar hutang si anak). Sedangkan terhadap harta yang bergerak boleh menjualnya untuk kehidupan sehari-hari.
4. Menurut imam abu hanifah dan abu yusuf, ghasab tidak mungkin dilakukan pada harta tidak bergerak, karna harta tersebut tidak dapat di pindahkan, sedangkan menurut mereka syarat ghasab adalah barang yang di ghasab dapat di kuasai dan di pindahkan oleh orang yang meng-ghasab, di samping itu sekedar memanfaatkan benda tidak bergerak tidak di namakan ghasab, sebab manfaat tidak termasuk harta, akan tetapi jumhur ulama’ berpendapat ghasab bisa terjadi pada benda bergerak dan tidak bergerak, sebab mafaat di sebut juga harta, orang yang menempati rumah tanpa seizin pemiliknya termasuk ghasab.


E. Harta isti’maali dan harta istikhlaki

a. Harta istikhlaki

Harta dalam kategori ini adalah harta sekali pakai, artinya manfaat harta itu hanya untuk sekali pakai. Harta istikhlaki di bagi menjadi 2 yaitu: istikhlak haqiqi dan istikhlaq huquqi, istikhlaq haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas dzatnya habis sekali digunakan , misalnya (makanan, minuman, kayu bakar dan sebagainya).
Sedangkan istikhlaq huquqi adalah harta yang sudah habis nilainya bila telah di gunakan, tetapi dzatnya masih ada, misalnya uang yang habis digunakan menbayar hutang dipandang habis menurut hukum, walaupun uang tersebut masih utuh, hanya pindah kepemilikan.



b. Harta isti’maali

Harta isti’maali adalah harta yang dapat digunakan berulang kali,artinya wujud harta atau benda tersebut tidak habis atau musnah dalam sekali pemakaian, seperti (kebun, baju, tempat tidur, sepatu dan lain sebagainya).
Dengan demikian, perbedaan antara 2 jenis harta tersebut adalah terletak pada dzat itu sendiri, maal istikhlak habis dalam sekali pemakaian, sedangkan maal isti’maali bisa di pakai berulang-ulang.
Terhadap jenis harta ini menurut ulama fiqh berakibat pada segi akad. Untuk harta istikhlaki, adanya tolong menolong. Adapun harta yang bersifat isti’maali di samping akadnya tolong menolong, juga bisa ditransaksikan dengan cara mengambil imbalan, seperti sewa-menyewa (ijarah) meskipun demikian keduanya tetap bisa di akadkan dengan jual beli.


F. Harta mitsli dan harta qimi

a. Harta mitsli

Harta mitsli adalah harta yang ada persamaanya dalam kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagiannya di tempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu di nilai.
Dalam pembagian ini harta diartikan sebagai sesuatu yang memiliki persamaan atau kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan dalam bagiannya atau kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi.

Harta mitsli terbagi atas 4 bagian:
      ·         Harta yang di takar, seperti: gandum
      ·         Harta yang di timbang, seperti: kapas, besi dll
      ·         Harta yang di hitung, seperti: telur
      ·         Harta yang dijual dengan meter, seperti: kain, triplek dll

b. Harta qimi

Harta qimi adalah harta yang tidak memiliki persamaan di pasar atau mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon.
Dengan perkataan lain pengertian kedua jenis harta di atas adalah mitsli berarti jenisnya mudah ditemukan dan di dapatkan di pasaran (secara persis) dan qimi suatu benda yang jenis serupanya susah di dapatkan secara persis, walau dapat di temukan tetapi jenisnya berbeda dalam nilai jenis harga yang sama.
Jadi, harta yang ada duanya di sebut mitsli dan harta yang tidak ada duanya disebut qimi.
Perlu di ketahui bahwa harta yang di kategorikan sebagai qimi ataupun mitsli tersebut bersifat relatif dan kondisional, artinya bisa saja di suatu tempat atau negara yang satu menyebutnya qimi dan ditempat yang lain menyebutnya mitsli.
Jenis harta di atas berimplikasi pada:
·    Dalam harta yang bersifat qimi, tidak mungkin terjadi riba, karna jenis satuannya tidak sama. Namun, terhadap harta mitsli bisa terjadi transaksi yang menjurus pada riba.
·   Dalam suatu persyarikatan yang bersifat mitsli, seorang mitra berserikat boleh mengambil bagianya ketika mitra dagangnya tidak di tempat. Akan tetapi, perserikatan dalam harta yang bersifat qimi masing-masing pihak tidak boleh mengambil bagiannya selama pihak lainnya tida berada di tempat
·    Apabila harta yang bersifat mitsli di rusak seseorang dengan sengaja, maka wajib di anti dengan harta yang sejenis, apabila yang dirusak adalah harta yang bersifat al-qimi maka ganti rugi yang harus dibayar adalah dengan memperhitungkan nilainya.



Referensi


Yusuf Al-Qaradhawi,Fiqhuzzakat,Jilid 1 (Beirut,Libanon,Muassat Ar-Risalah 1973)
Hendi Suhendy Fiqh Muammalah Ed.1 (Jakarta:Pt Raja Grafindo Persada 2007)
Afandi Yazid, M.Ag. Fiqh Muammalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuanga Syariah (Logung Pustaka Yogyakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk mewujukan cita islam sebagai rahmatan lil alamin, harus dimulai dengan dibangun masyarakat yang kaya akan pemikiran, ilmu pengetahuan dan kaya hati serta mempunyai wawasan yang luas.