Laman

Macam-Macam Hak Lanjutan

      A.  HAK KEBENDAAN DAN HAK BUKAN KEBENDAAN

Hak kebandaan adalah hak yang terkait dengan harta dan kemanfaatannya, hak yang objeknya berupa harta atau manfaat. Seperti menafkahi istrai atas suaminya, hak soarang penjual atas harga barang (uang), hak pembeli atas objek transasi (rumah,mobil), hak penyewa untuk menempati rumah, dan lain nya .
Adapun hak bukan kebendaan adalah hak yang terkait dengan sesuatu selain harta, seperti hak untuk hidup bebas,
hak wanita untuk talak karena tidak diberi nafkah,hak mengasuh anak dibawah umur 7 tahun bagi seorang ibu.

                  B.      HAK TERBATAS DAN TIDAK TERBATAS

Hak  Allah dan hak manusia ada yang terbatas dan ada pula hak yang tak terbatas. Hak terbatas adalah hak-hak yang tetap menjadi beban dan merupakan utang atas orang mukalaf,yang baru di pandang bebas setelah di bayarkan, misalnya hak seorang penjual atas di serahkannya harga barang, harga pengganti barang yang dirusakan, kadar harta zakat seseorang atas utang,hak seorang penitip atas barang yang di titipkan.
Hak tak terbatas adalah hak-hak yang menjadi kewajiban mukalaf tetapi tidak merupakan beban utang, contohnya hak orang yang memerlukan pertolongan orang lain. Kewajiban atas orang berkemampuan lah untuk memberi pertolongan kepada orang lain yang memerlukan. Ia dapat dituntut untuk memberi pertolongan,tetapi jika tidak memenuhinya,tidak menjadi beban utang yang dapat di tagih kemudian hari.
Diantara kedua macam hak yang dengan jelas dapat termasuk kelompok hak terbatas atau hak tak terbatas, ada hak-hak lain yang dapat dimasukkan dalam kedua golongan itu sekaligus.misalnya, hak nafkah istri atas suaminya. Pertanyaan kita apakah suami yang pada suatu ketika mengalami kesulitan hidup sehingga tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya menanggung utang yang dapat di gugatkan kemudian hari?.
Para fukaha dalam hal ini tidak sependapat. Dalam hal hak nafkah istri dipandang sebagai hak terbatas, suami tersebut dapat digugat karena dipandang menanggung utang bagi istrinya. Jika hak nafkah itu dipandang sebagai hak tak terbatas, suami tidak dapat digugat pembayaran nafkah yang pada waktu mengalami kesulitan hidup sehingga tidak mampu memenuhinya.



                  C.    Hak Diyani dan Hak Qadla’i

Dari segi kewenangan hakim, hak dibagi menjadi 2 yaitu, hak diyani (hak keagamaan) dan hak qadla’I ( hak kehakiman). Hak diyani adalah hak yang pelaksanaannya tidak dapat dicampuri atau diinterfensi oleh kekuasaan negara atau kehakiman. Misalnya, dalam hal utang atau transaksi lainnya yang tidak dapat dibuktikan didepan pengadilan. Seklipun demikian, dihadapan Allah, tanggungjawab orang berhutang tetap ada, dan dituntut untuk melunasinya, sekalipun pengadiln memutuskan ia bebas dari tuntutan utang.
Sedangkan hak qadha’I adalah seluruh hak yang tunduk dibawah aturan kekuasaan kehakiman sepanjang pemilik hak tersebut mampu menuntut dan membuktikan haknya didepan pengadilan.
Selain unsur lahiriah yakni perbuatan, unsur batiniah seperti niat atau esensi (hakekat) merupakan unsur penting dalam hak diyani. Sedangkan dalam hak qadla’i semata dibangun berdasarkan kenyataan lahiriah dengan mengabaikan unsur niat dan hakekat suau perbuatan.


                 D.      PEWARISAN HAK 

Hak yang dapat diwariskan hanyalah hak manusia. Namun, tidak semua hak manusia dapat diwariskan. ada hak yang dapat diwariskan dan ada pula hak yang tidak dapat diwariskan.
Mengenai berbagai macam hak manusia  mana yang dapat dan tidak dapat diwariskan, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para fukaha. Namun, pada umumnya para fukaha berpendapat bahwa hak-hak yang menyangkut pribadi orang tidak dapat dipindahkan kepada ahli warisnya seperti hak perwalian dan perwakilan.
Hak  yang dapat diwariskan adalah menyangkut kebendaan, misalnya hak jangka waktu dalam utang piutang. Jika seseorang berhutang kepada orang lain sejumlah uang tertentu dalam jangka waktu tertentu (satu tahun misalnya), tiba-tiba dalam satu tahun si berhutang meninggal. Apakah hak jangka waktu utang satu taun itu dapat diwariskan, dengan akibat bahwa sebelum tiba waktunya untuk membayar utang itu, ahli waris berutang tidak berkewjiban untuk melunasi dengan harta peninggalan si berhutang.
Dalam hak seperti ini fukaha tidak sependapat. Ada yang berpendapat bahwa dengan kematian salah satu pihak, perikatan utang piutang batal, yang berarti bahwa hak jangka waktu tersebut dapat diwariskan dengan akibat ahli waris berhutang berkewajiban melunasi utang dengan harta peninggalan si berhutang setelah cukup jangka waktu satu tahun.
Pendapat pertama, yang memandang perikatan utang piutang berjangka waktu, dengan kematian salah satu pihak menjadi batal, yang berarti pihak berpiutang berhak menagih utangnya sebelum cukup jangka waktu yang ditentukan, memandang hak jangka waktu itu adlah hak perorangan, bukan hak kebandaan.
Pendapat kedua memandang lain, hak jagka waktu itu adalah termasuk hak kebandaan yang dapat diwariskan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk mewujukan cita islam sebagai rahmatan lil alamin, harus dimulai dengan dibangun masyarakat yang kaya akan pemikiran, ilmu pengetahuan dan kaya hati serta mempunyai wawasan yang luas.