Laman

Teori Kritis

Teori-teori Kritis pada awalnya merujuk pada serangkaian pemikiran mereka yang tergabung dalam sebuah institut penelitian di Universitas Frankfurt, tahun 1920an, yang kemudian dikenal sebagai Die Frankfurter Schule atau Frankfurt School. Pemikiran mereka banyak memperoleh inspirasi dari, atau didasarkan atas, pemikiran tokoh-tokoh seperti Georg Hegel, Max Weber, Emmanuel Kant, Sigmund Freud, dan terutama sekali – serta tidak bisa dilepaskan dari – konsepsi pemikirab Karl Marx.


Namun mazhab Frankfurt telah berkembang dinamis melalui beberapa generasi pemikiran, dan memproduksi sejumlah varian pemikiran, sehingga secara keseluruhan memperlihatkan bahwa mazhab ini bukan merupakan suatu kesatuan pemikiran yang monolitik.

Hingga kini sekurangnya, Frankfurt School telah mencakup 3 (tiga) generasi pemikiran. Yang pertama, yang seringkali disimpulkan dalam label “school of Western Marxism” dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Herbert Marcuse. Tokoh psikoanalis, Erich Fromm dan Sigmund Freud juga dinilai sebagai bagian dari generasi pertama Teori-teori Kritis. Kematian Adorno dan Horkheimer dinilai banyak kalangan ilmuwan sebagai salah satu faktor yang telah mengakhiri era Frankfurt School, sekaligus merupakan akhir dari pemikiran teori-teori kritis sebagai suatu bentuk pemikiran Marxisme. Sebab, setelah itu perkembangan pemikiran tokoh-tokoh mazhab kian menjadi sedemikian “kabur” — dan semakin terpisah dari, atau tidak terkait dengan, gerakan-gerakan politik Marxist.

Generasi kedua, antara lain telah mencuatkan nama-nama seperti Jurgen Habermas. Karya-karya pemikiran Habermas dengan jelas menunjukkan adanya perbedaan epistemologis yang cukup mendasar dibanding konsepsi yang dimiliki para pendahulunya, meskipun tetap mempertahankan tradisi serta cirinya sebagai bagian dari teori kritis. Konsepsi Habermas tentang communicative rationality contohnya, dapat dinilai sebagai perpecahan epistemologi dengan philosophy of consciousness yang digunakan generasi pertama Frankfurt School, seperti Horkheimer, Adorno, atau Marcuse.

Sementara itu, generasi ketiga, merujuk pada tokoh-tokoh seperti Axel Honeth. Namun kini lingkup teori-teori kritis telah makin meluas, mencakup – ataupun menjadi dasar rujukan – analisis kritis dari pakar seperti Jacques Lacan (psikoanalisis), Roland Barthes (semiotik and linguistik), Peter Golding, Janet Wasko, Noam Chomsky, Douglas Kellner (ekonomi-politik media), hingga berbagai tokoh dalam topik masalah gender, etnisitas dan ras, postkolonialisme, dan hubungan internasional.

Karenanya, kini sering dibedakan pengertian antara Critical Theories dan critical theories. Yang pertama merujuk pada teori-teori mereka yang tergabung dalam Frankfurt School, sedangkan yang kedua mewakili pengertian yang lebih umum Bahkan dijumpai sejumlah kepustakaan yang memasukkan pemikiran-pemikiran tokoh posmodernis, seperti Baudrillard dan Foucault, ke dalam kategori paradigma Teori-teori Kritis.

Uraian dalam bagian ini memang lebih banyak merujuk pada aspek yang – dengan segala keterbatasan pengetahuan penulis -- kurang lebih bisa dinilai sebagai karakteristik umum pemikiran mazhab Frankfurt School; sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan Frankfurt School sebagai suatu maszhab yang monolitik. Selain itu jelas juga jauh dari maksud membuat gambaran yang mewakili teori-teori kritis dalam pengertian yang lebih umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk mewujukan cita islam sebagai rahmatan lil alamin, harus dimulai dengan dibangun masyarakat yang kaya akan pemikiran, ilmu pengetahuan dan kaya hati serta mempunyai wawasan yang luas.